Beberapa hari yang lalu, Mamahku berkata kalau ia sangat menginginkan sate. Akhirnya, sepulang dari menjemputku di acara Lomba Fashion Sarung Samarinda, kita membeli sate di tempat langganannya.
Begitu mobil kami mendekati tempat langganan itu, asap dari proses pembakaran sate telah menyebar di jalan raya. Hal itu adalah pertanda yang sangat bagus.
Di depan gerobak sate itu, Mamah memberhentikan mobil. Ia lalu menyuruhku untuk keluar dan berkata langsung kepada ibu-ibu yang menjaga gerobak bahwa "saya ingin membeli sate". Ia memberikanku uang sebanyak Rp 86.000, dan berkata bahwa ia sudah hapal berapa harga 50 tusuk sate ayam biasa. Aku pun keluar.
Begitu keluar, bau sate yang sangat mengundang kurasakan di dalam hidungku. Ada dua orang yang sedang sibuk dengan sate yang dibakar. Mereka berdua memegang kipas untuk mengipas-ngipasi tempat pembakaran agar apinya tetap menyala.
Aku menghampiri ibu-ibu yang menjaga gerobak dan mengatakan apa yang harus kukatakan. Mereka mengiyakan kata-kataku, dan menyuruhku untuk duduk. Walau awalnya aku enggan untuk duduk (karena beberapa alasan), akhirnya aku duduk juga di atas sebuah kursi plastik berwarna hijau.
Ketika aku duduk, aku memperhatikan orang-orang yang berada di sekelilingku. Semuanya sangat berbeda. Mulai dari aku, aku yang baru keluar dari mobilku dan berkata bahwa aku ingin membeli sate. Lalu ke bapak-bapak yang duduk di meja lain, yang sedang dengan sabar menunggu sate yang ia pesan. Terakhir, ibu-ibu yang datang dengan anaknya yang masih kecil, yang keduaanya terlihat tidak membawa kendaraan apapun, hanya diri mereka, ke gerobak sate ini.
Kita semua sangat berbeda, namun, di gerobak sate itu, tujuan kita sama: membeli sate yang enak. Sate yang memenuhi kebutuhan kita, rasa lapar yang pasti datang kepada kita dan keinginan untuk merasakan sate yang enak itu. Hal itu membuatku berpikir, bahwa seberapa berbedanya kita, pasti ada suatu hal yang bisa menjadikan kita satu.
No comments:
Post a Comment